MAKIN CEPER, MAKIN ANEH, MAKIN OKE

Laporan wartawan KOMPAS Lukas Adi Prasetya
Selasa, 17 November 2009 | 07:33 WIB
KOMPAS/LUKAS ADI PRASETYA
Para anggota Komunitas Low Rider Vreedeburg (Klover) ini, setiap Sabtu malam nongkrong bersama di perempatan Kantor Pos Besar. Custom bike, atau sepeda modifikasi, disukai karena tampilan fisik sepeda sesuai selera si pemilik.
KALAU mau mencari kenyamanan mengendarai sepeda, jangan memodifikasi sepeda seperti dilakukan penggemar low rider. Sebab, bagi mereka, urusan kenyamanan bersepeda adalah nomor kesekian. Yang penting adalah selera dan tampilan sepeda.
Tak heran jika wujud fisik sepeda-sepeda yang sudah dimofikasi itu-atau istilahnya custom bike-jauh dari pakem wujud sepeda. Nyaris semua sepeda juga tak dilengkapi dengan rem. Alasannya ya karena saking anehnya tentu si speda tak bakal bisa melaju kencang. Namanya juga sepeda suka-suka si pemilik, selera pun dijejalkan ke sepeda. Coba, misalnya tengok sepeda milik Fajar (19).
Sepeda dia, panjangnya lebih 1,5 meter, stang dibuat menjulang tinggi, pedal kaki nyaris kena tanah dan sekaligus dijadikan standar. Jika terlalu ke belakang duduk di sadel, pantat pun akan terkena roda. Sepintas, sih, bentuknya oke.
Tapi saat dijajal, bukan kenyamanan yang didapat, tapi deg-degan. Sudah menggenjotnya susah, stangnya pun akan bergerak liar ke sana-sini. Tentu saja begitu, karena sepeda yang rangkanya terbalut kain motif batik ini, diproduksi pabrik las. Hampir Rp 2 juta dihabiskan Fajar untuk membangun sepeda itu.
Bagaimana proses latihannya supaya dia bisa terampil mengendarai sepeda “alien” itu? Fajar menyebut karena terbiasa. “Lama-lama bisa, tapi ya harus hati-hati. Ini sepeda tapi panjang dan lebarnya lebih ketimbang motor. Saat berhenti di perempatan, banyak membuat orang takjub, tapi juga mendelik karena terganggu,” ujarnya tertawa.
Sepeda milik Andika juga setali tiga uang. Bodi besi yang dikrom putih mengilap, plus sadel kulit khas sepeda onthel, per di depan stang yang berfungsi sebagai peredam entakan stang, dan pelek roda jeruji banyak, jelas perpaduan menarik.
Tapi saat dikendarai, ya tetap tidak nyaman. Walau begitu Andika yang mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta asal Pemalang ini, cukup sering mengendarainya dari kos menuju kampus. Untung saja, jarak yang mesti dilahap cuma 1 kilometer.
“Walau sudah terbiasa naik sepeda ini, kalau jarak tempuhnya berkilo-kilo meter, ya tetap saja pegel. Ini kan sepeda bukan untuk harian,” ujar Andika. Sepedanya itu menghabiskan ongkos Rp 1 juta, terbanyak untuk menebus rangka besi.
Modifikasi sepeda, bisa juga sederhana, seperti dilakukan Rony, siswa SMK Tamansiswa yang juga membuka bengkel modifikasi di rumahnya, Nagan Lor, Kraton, Yogyakarta. Sepedanya masih mengusung rangka dari sepeda pabrikan, yakni sepeda mini. Hanya bagian depan yang dirombak, dengan roda dimajukan, porok depan diganti dengan besi-besi melengkung dan stangnya dibikin melebar panjang ke samping. Modifikasinya ini tak lebih Rp 250.000.
Rony mengaku, sebulan bisa menerima order 1-2 sepeda. Kebanyakan biayanya Rp 700.000-Rp 1 juta. “Mereka datang dengan konsep sepeda seleranya, trus dikonsultasikan ke saya. Dalam satu-dua minggu, beres. Sepeda rakitan jadilah sudah,” ujar Rony.
Pemilik sepeda low rider di Yogyakarta sebenarnya banyak. Namun tak semuanya bergabung di Komunitas Low Rider Vredeburg (Klover) seperti Rony, Ahmad, maupun Andika. Saat ini ada 50-an orang tergabung di Klover. Klover, saban Sabtu malam, biasanya nongkrong di perempatan kantor Pos Besar Yogyakarta.
“Saya rasa, ya bisa lebih dari 200 pemilik sepeda modifikasi di Yogya. Klover yang berdiri April 2008, punya 50 lebih anggota. Tapi yang sering nongol misalnya nongkrong dan memeriahkan acara, ya hanya sebagian. Mungkin itu juga karena sepeda ini, sebenarnya sepeda khusus festival, bukan harian,” kata Ari Gunawan (24), pentolan Klover yang adalah karyawan swasta.
Custom bike yang dulu juga identik dengan anak-anak punk ini, kini menjadi tunggangan mereka yang bukan anak punk. Sepeda modifikasi ini, di Yogya mulai ngetren tahun 2000-an, karena terimbas Jakarta dan Bandung. Tahun 2008 menjadi tahun keemasannya. Namun tahun 2009 mulai surut. Namun Agun yakin, tren akan berulang dan custom bike akan dilirik.

Posting Lebih Baru Posting Lama

Leave a Reply